SUMSEL

Klaim Realisasi Belanja Dalam Negeri 50 Persen

Sibernas.com, Palembang-Sejak 2018, peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) dilakukan untuk pemberdayaan industri di dalam negeri. Produk dalam negeri (PDN) menjadi wajib digunakan untuk pengadaan barang dan jasa yang bersumber dana dari APBD/APBN, hibah atau lainnya. PDN dan bobot manfaat perusahaan minimal harus 40 persen dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Hal ini juga ditegaskan dalam Perpres 2/2022 dilakukan P3DN dan UMKM. Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumsel bekerjasama dengan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) ikut membantu Pemprov Sumsel merealisasikan 40 persen belanjanya untuk pengadaan PDN sesuai Permendagri 27/2021 (pedoman penyusunan APBD 2022) melalui pengawasan atas perencanaan dan realisasi pengadaan dalam rangkan pemenuhan target P3DN.

“Serta memastikan keberlanjutan program P3DN dengan memantau pelaksanaan atas kebijakan yang mendukung keberpihakan pada produk lokal Sumsel,” ujar Kepala BPKP  Muhammad Yusuf Ateh didampingi Perwakilan BPKP Sumsel, Buyung Wiromo Samudro, kemarin (29/6).

Lanjutnya, BPKP Sumsel akan mengawal kegiatan berskala nasional dan regional yang dilakukan di Sumsel dengan mengawasi perencanaan dan realisasi atas kegiatan tersebut. Katanya, pemerintahan di pusat dan daerah semuanya diarahkan untuk semaksimal mungkin menggunakan PDN. Program ini, juga terintegrasi dan ikut diawasi KPK.

“Semua provinsi juga sedang melakukan kegiatan yang sama. Target pemerintah busa mencapai Rp870 triliun dan terus dimonitoring realisasinya,” katanya. Hanya saja, masalah saat ini tidak seluruh produk yang dibutuhkan pemerintah ada di pasaran, sehingga masih harus impor. “Kita juga paksa agar produk luar membangun pabrik di sini, sebab dampaknya akan luar biasa. Meningkatkan eskalasi ekonomi dan akan menyerap tenaga kerja,” bebernya.

Tak hanya dari sisi pemerintah, masyarakat juga diminta untuk cinta terhadap PDN. Tujuan untuk memproteksi ekonomi Tanah air. “Kalau mind set kita sama, akan luar biasa sekali ekonomi kita. Seperti kita tahu, negara yang berpotensi bangkrut ada 62 negara, akibat tekanan ekonomi, pandemi dan dampak dari pertikaian Ukraina dan Rusia,” jelasnya.

Ia juga berharap, kebijakan pemberian subsidi sebaiknya diberikan kepada orang, bukan terhadap barang. Sebab, selama ini subsidi selama ini diberikan kepada barang, seperti LPG, minyak goreng, BBM dan lainnya. “Seperti pertalite, orang mampu juga masih beli itu, sehingga tidak tepat sasaran. Dengan adanya digitalisasi, maka ini akan lebih tepat sasaran, sehingga orang mampu nanti tak bisa lagi beli,” jelasnya.

Namun, penerapan secara digital ini tak serta merta bisa diterima masyarakat. “Serupa kebijakan pasti ada yang tak sempurna, tapi itukan dievaluasi terus. Untuk di wilayah perkotaan seperti Palembang mungkin tak ada masalah, tapi di kampung-kampung tentu akan sulit, visa saja masalah sinyal, update teknologi dan lainnya,” tukasnya.

Gubernur Sumsel, Herman Deru mengungkapkan, saat ini belanja Pemprov Sumsel untuk PDN diklaim telah di atas 50 persen. “Belanja pemerintah kita sudah di atas 50 persen. Kita juga akan terus mensosialisasikan agar masyarakat cinta PDN. Untuk merealisasikannya, perlu contoh, contoh itu diawali dari pemerintah. Tapi, jika tidak ada barangnya, baru kita impor,” ujarnya

Ia mengatakan, ada permohonan pihaknya yang belum terakomodir oleh pusat, yakni adanya katalog regional. Sebab, harga bahan atau produk belum tentu sama antar daerah, tak bisa digeneralisir. “Kita harap ada kewenangan khusus pada Pemprov, untuk dapat membuat eskatalog regional, satu tingkat di atas HPS (harga perkiraan sendiri) yang ditandatangani bupati/walikota,” ujarnya.

Lanjutnya, ia telah mendengar informasi 62 negara berpotensi bangkrut akibat dampak pandemi, ekonomi dan masalah Ukraina dan Rusia. “Sumsel sendiri punya konsep untuk mencegah inflasi dan krisis pangan dengan berbagai upaya, salah satunya Gerakan Sumsel Mandiri Pangan (GSMP). Merubah mindset membeli menjadi lebih produktif, khususnya bidang pangan,” ujarnya.

Hal ini, katanya sudah terasa dampak positifnya. Terbukti di Sumsel dampak inflasinya rendah, hanya 1 koma dan maksimum 2 koma. Menurutnya, langkah itu juga sebagai antisipasi angka kemiskinan yang masih lumayan tinggi, meski terus menurun. Ia menilai, pandemi menyebabkan kontraksi ekonomi di Sumsel, namun baiknya pelaku UMKM di sektor pangan masih eksis dan menunjukkan masih bisa survive.

Masih katanya, penggunaan produk dalam negeri ini dan luar ini hanya pada gengsi saja. Banyak masyarakat yang masih bangga gunakan produk luar. Padahal, orang luar juga bangga produk Indonesia. “Padahal seharusnya Rp400 triliun yang seharusnya berputar di dalam negeri sendiri jadi keluar negeri,” katanya

Reporter : Maulana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *