Uncategorized

Rentetan Peristiwa Kecelakaan Pesawat di Indonesia

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai jatuhnya pesawat Lion Air menjadi citra buruk bagi penerbangan di Indonesia.

KECELAKAAN PESAWAT – Kecelakaan transportasi bisa dialami oleh moda transportasi apa saja, baik darat, laut, maupun udara. Penyebab kecelakaan juga beragam, ada yang disebabkan kesalahan teknis, kelalaian manusia, atau juga kondisi alam yang tidak menentu.

SIBERNAS.com, Telusur – Bandara Soekarno Hatta di Tangerang, Banten masih berselimut kabut pada Senin pagi, 29 Oktober 2018. Namun, kesibukan di landasan pacu bandara terus meningkat, seiring dengam makin banyaknya pesawat yang akan tinggal landas hari itu.

Adalah satu peswat yang akan tinggal landas adalah pesawat Lion Air JT 610 dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Pagi itu, pesawat produksi pabrikan Boeing tersebut membawa 181 penumpang dan 8 orang cabin attendant serta kru kokpit.

Pada Senin 29 Oktober 2018 itu  terjadi kecelakaan, Lion Air JT 610 dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang yang disebutkan jatuh 13 menit setelah mengudara dari Bandara Soekarno Hatta.

Awalnya pesawat ini diketahui hilang kontak, hingga akhirnya diketahui terjatuh di perairan utara Karawang. Padahal pesawat ini diketahui baru dioperasikan Lion Air sejak Agustus 2018. Hingga saat ini belum dapat dipastikan kondisi 178 penumpang dan 5 kru pesawat yang berada di dalam penerbangan itu

Setelah mendapat izin terbang dari petugas bandara, tepat pukul 06.20 WIB pesawat pertama menuju Bandara Depati Amir di Pulau Bangka itu melesat meninggalkan landasan pacu dan menanjak untuk mencapai ketinggian ideal (climbing).

Namun, pesawat tak pernah mencapai ketinggian ideal itu. Setelah 13 menit mengudara atau pada pukul 06.33 WIB, pesawat Lion Air JT 610 jatuh di koordinat S 5’49.052 E 107’ 06.628 atau di sekitar Karawang, Jawa Barat.

“Ketika itu ketinggiannya masih 2.500 feet,” ujar Kepala Basarnas Muhammad Syaugi dalam konferensi pers di kantornya, Senin (29/10/2018).

Padahal, ketinggian yang bisa dicapai pesawat dengan durasi terbang selama 13 menit harusnya jauh lebih tinggi. Untuk ukuran 13 menit penerbangan, seharusnya pesawat sudah terbang pada ketinggian sekitar 15 ribu hingga 20 ribu kaki.

“Ya, makanya dia minta RTB (return to base). Kita tidak tahu apa yang terjadi, namun ketinggiannya seharusnya bisa lebih tinggi,” kata Manajer Humas AirNav Indonesia, Yohanes Harry Sirait, Senin (29/10/2018).

Memang sebelum hilang kontak, Lion Air JT 610 sempat meminta return to base alias balik lagi ke bandara semula, dalam hal ini Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Namun, AirNav belum mengetahui persis, apa yang melatarbelakangi permintaan return to base itu.

“Belum tahu. Dia cuma meminta return to base. Kita lihat, oke, kita berikan prioritas untuk return to base. Tapi belum sempat, dia sudah lost contact,” kata Yohanes, sebagaimana dirilis Liputan6.com, Ketika itu sudah diduga bahwa pesawat jatuh.

Kecelakaan – Kecelakaan transportasi bisa dialami oleh moda transportasi apa saja, baik darat, laut, maupun udara. Penyebab kecelakaan juga beragam, ada yang disebabkan kesalahan teknis, kelalaian manusia, atau juga kondisi alam yang tidak menentu.

Di dunia penerbangan, sebagaimana dalam catatan kompas.com, kecelakaan juga kerap terjadi, mulai yang tidak memakan korban jiwa hingga yang menghilangkan ratusan nyawa, yang dialami oleh Lion kemarin.

Sebelumnya, maskapai ini juga sudah pernah mengalami gangguan maupun kecelakaan penerbangan, yang lima di antaranya adalah sebagai berikut. 1. 13 April 2013 Pesawat Lion Air Boeing 737-800 dengan rute penerbangan Bandara Husein Sastranegara di Bandung menuju Bandara Ngurah Rai di Bali, mengalami kecelakaan saat hendak mendarat pada Sabtu, 13 April 2013.

Pesawat yang dikendalikan oleh pilot Mahlup Ghazali dan Kopilot asal India Chirag Kalra, jatuh ke laut dan menyebabkan badan pesawat patah menjadi dua bagian. Kecelakaan itu disebabkan oleh kelalaian manusia atau human error.

Pilot berhalusinasi melihat sebuah landasan sehingga ia mendaratkan pesawatnya, padahal landasan yang sebenarnya masih ada di depannya. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, sang pilot terindikasi positif dugaan narkoba.

Dalam insiden itu, semua penumpang yang berjumlah 101 jiwa dan sejumlah kru pesawat lainnya dinyatakan selamat. Baca: KNKT: Lion Air Jatuh di Bali, Kopilot Tak Lihat Landasan 2. 19 April 2013 Pesawat Boeing 737-900 milik Lion Air dengan tujuan Denpasar – Jakarta, mendadak berhenti saat akan mengudara.

Pesawat yang sudah bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba berhenti saat ada di ujung landasan Bandar Udara Ngurah Rai, Jumat (13/4/2013). Tidak ada korban jiwa. Petugas meminta penumpang untuk tenang dan mesin pesawat yang mengalami kerusakan akan diperbaiki selama 15 menit.

Namun, penumpang yang mengalami shock memilih untuk turun dan berganti maskapai. Mereka takut terjadi hal yang tidak diinginkan jika tetap menggunakan pesawat yang sebelumnya mogok mendadak.

Pada 29 April 2018 Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 892 yang terbang dari Makassar, Sulawesi Selatan menuju Gorontalo tegelincir di Bandara Jalaluddin Tantu, Gorontalo pada Minggu 29 April 2018.

Pesawat yang membawa 174 penumpang ini mendarat saat hujan lebat mengguyur Gorontalo. Hal ini menyebabkan pesawat tergelincir. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, namun badan pesawat yang berada di shoulder dan landasan pacu menghalangi pesawat lain untuk mendarat.

Hal ini menyebabkan adanya gangguan jadwal di bandara ini selama beberapa waktu. 6 Agustus 2018 Pesawat Boeing 737-800 milik Lion Air dengan nomor penerbangan JT892 tergelincir saat mendarat di Bandara Jalaluddin Tantu, Gorontalo pada Selasa (6/8/2013) malam.

Hal ini disebabkan oleh keberadaan tiga ekor sapi yang ada di landasan, sehingga pesawat mengalami over run atau keluar landasan. Kejadian ini tidak menimbulkan korban jiwa. 110 penumpang semuanya dinyatakan dalam keadaan selamat.

Pesawat Lion Air JT 610 dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang terjatuh 13 menit setelah mengudara dari Bandara Soekarno Hatta.

Awalnya pesawat ini diketahui hilang kontak, hingga akhirnya diketahui terjatuh di perairan utara Karawang. Padahal pesawat ini diketahui baru dioperasikan Lion Air sejak Agustus 2018. Hingga saat ini belum dapat dipastikan kondisi 178 penumpang dan 5 kru pesawat yang berada di dalam penerbangan itu

Larangan Australia –
Dampak dari jatunya Lion JT-610, Pemerintah Australia memutuskan melarang pejabat publik dan kontraktor terbang menggunakan maskapai Lion Air. Peringatan itu disampaikan selepas insiden pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh pada Senin (29/10) pagi.

“Menyusul insiden fatal jatuhnya pesawat Lion Air pada 29 Oktober 2018, seluruh pejabat pemerintah Australia dan kontraktor diinstruksikan untuk tidak terbang menggunakan pesawat Lion Air atau maskapai lainnya di bawah perusahaan tersebut,” demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia pada situsnya.

Pemerintah Australia di Ibu Kota Canberra mengatakan larangan tersebut berlaku hingga hasil penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat nahas itu diketahui.

Memang jatuhnya pesawat Lion ni bukan kali pertama kecelakaan pesawat terjadi di Indonesia. Dikutip dari tribunnews.com dan berbagai sumber,  kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di Tanah Air sejak tahun 2000, yang merenggut korban jiwa:

Garuda Indonesia 421 (16 Januari 2002) –Pesawat Boeing 737 yang menerbangi jalur Mataram-Yogyakarta-Jakarta ini mendarat darurat di Bengawan Solo. Seorang pramugari tewas dan 12 penumpang terluka.

Trigana Air Service (25 Mei 2002)  – Pesawat DHC 6 milik Trigana Air Service yang terbang dari Wamena menuju Enarotali jatuh di pegunungan di Papua. Dua kru dan empat penumpang tewas

Lion Air JT 538 (30 November 2004) – Pesawat MD-82 milik Lion Air dengan kode penerbangan JT 538, tergelincir saat mendarat di Bandara Adisumarmo di Solo, dan menewaskan 26 orang. Pesawat tersebut lepas landas dari Jakarta tujuan Surabaya (transit di Solo).

Pesawat Boeing 737-200 milik Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI 091, jatuh di kawasan Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, 5 September 2005. Pesawat jurusan Medan-Jakarta ini mengangkut 116 orang (111 penumpang dan 5 awak). Hanya 17 penumpang yang selamat, dan 44 orang di darat turut menjadi korban.

Adam Air KI-574 (1 Januari 2007) – Pesawat Adam Air nomor penerbangan KI-574 jurusan Surabaya-Manado, jatuh di perairan Kalimantan. Kotak hitam ditemukan di kedalaman 2.000 meter pada 28 Agustus 2007. Seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 102 hilang dan dianggap tewas.

Garuda Indonesia GA-200 (7 Maret 2007) – Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA-200 jurusan Jakarta-Yogyakarta, meledak saat mendarat pada 7 Maret 2007 pukul 06:55 WIB di Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pukul 06:00 WIB. Pesawat ini membawa 133 penumpang, 1 pilot, 1 copilot, dan 5 awak kabin. Korban tewas 22 orang (21 penumpang dan 1 awak pesawat).

Merpati Nusantara Airlines (2 Agustus 2009) –  Merpati Nusantara Airlines berjenis pesawat Twin Otter, hilang di Papua. 15 penumpangnya tewas.

Merpati 8968 (7 Mei 2011) – Merpati Nusantara Airlines nomor penerbangan 8968 jatuh di perairan dekat Bandar Udara Utarom, Kaimana, Papua Barat. 25 penumpang tewas.

Sukhoi Superjet 100 (9 Mei 2012) – Sukhoi Superjet 100 buatan Rusia hilang kontak dan jatuh di Gunung Salak, Bogor, saat sedang melakukan uji coba terbang (joy flight). Pesawat membawa 38 penumpang dan 8 awak. Pesawat lepas landas (take-off) dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Seluruh penumpang tewas.

Hercules C-130 (30 Juni 2015) – Pesawat Hercules rute Pangkalan Angkatan Udara Soewondo,  Medan-Bandara Raja Haji Fisabililah, Tanjung Pinang, jatuh hanya berjarak lima kilometer dari pangkalan. Kecelakaan ini mengakibatkan 141 orang tewas dan tiga luka-luka. Pesawat ini mengangkut personel militer, keluarga militer, dan warga yang membayar.

Air Asia 8501 (28 Desember 2014) – Pesawat rute Surabaya-Singapura ini jatuh di Laut Jawa pada 28 Desember 2014. Serpihan pesawat ini ditemukan pada 30 Desember 2014, hingga pada akhirnya badan pesawat ditemukan pada 14 Januari 2015. 162 penumpangnya tewas.

Sebagaimana diberitakan Liputan6.com, sebagai bentu kepedulian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 menjadi citra buruk bagi penerbangan di Indonesia. Terlebih dunia penerbangan Indonesia sebenarnya telah mulai mendapatkan apresiasi positif di dunia internasional, baik dari Uni Eropa, FAA (Amerika) dan mendapatkan audit sangat tinggi dari ICAO.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, atas peristiwa ini, YLKI meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan Lion Air bertanggung penuh terhadap hak-hak penumpang sebagai korban, khususnya terkait kompensasi dan ganti rugi.

Menurut Permenhub Nomor 77 Tahun 2011, penumpang yang mengalami kecelakaan pesawat (meninggal dunia) berhak mendapatkan kompensasi sebesar Rp 1,25 miliar per pax.

“Bahkan manajemen Lion Air harus bisa memastikan keluarga atau ahli waris yang tinggalkan masa depannya tidak terlantar, ada jaminan biaya pendidikan atau beasiswa untuk ahli waris yang masih usia sekolah,” ujar dia di Jakarta, Senin (29/10/2018).

Selain itu, lanjut Tulus, YLKI meminta Kemenhub untuk meningkatkan pengawasan kepada semua maskapai, baik terkait pengawasan teknis dan performa manajerial, terutama meningkatkan pengawasan ke manajemen Lion Air.

“Pengawasan yang intentif dan mendalam sangat urgen dilakukan pada Lion Air, yang selama ini dianggap sering mengecewakan konsumennya. YLKI meminta Kemenhub untuk memastikan bahwa penerbangan lainnya baik Lion Air dan atau maskapai lain, tidak ada masalah terkait teknis dan safety,” ungkap dia.

YLKI juga mendesak pihak Boeing untuk memberikan penjelasan komprehensif atas kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 karena menggunakan pesawat seri terbaru, yakni B737 Max yang baru dirilis pada Agustus 2018 dan baru mempunyai 900 jam terbang. “Adakah cacat produk dari jenis pesawat tersebut,” Begitu katanya.

Memang kesemua hikmah yag diambil dari kecelakaan dan maut ini, bahwa Allah berfirman, “Maka jika datang waktu kematian mereka, tidak bisa mereka tunda dan dan mendahulukannya sedetikpun,”[QS. An-Nahl: 61]. “Dialah Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan, untuk menguji siapa diantara kalian yang terbaik amalnya”. [QS. Al-Mulk:2].

Bahwa kematian adalah makhluk, dan inilah yang ditegaskan oleh para ilmuwan dan ini pula yang telah ditegaskan oleh Al-Quran. Pertanyaannya adalah dari mana Nabi saw mendapatkan ilmu ini jika bukan dari sisi Allah?

Penulis/Editor: Bangun Lubis

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.