KULINER

Kenikmatan Ikan Belida Kini Tinggal Kenangan………

Sibernas.com, Palembang-“Kemarin terakhir saya beli ikan belida di Pasar Cinde. Terus dapat berita kalau ikan belida tidak boleh lagi diperjualbelikan. Itu terakhir kali saya membeli ikan belida,” kata Zanaria (60), seorang ibu rumah tangga.

Zanaria membeli ikan belida seharga Rp150.000 per kilogram kepada para pedagang ikan di Pasar Cinde. Dia membeli sebanyak 3,5 kilogram. Ikan belida diolah menjadi pepes, yakni mengolah bahan makanan dengan bantuan daun pisang untuk membungkus ikan beserta bumbunya.

“Ikan belida rasanya gurih dan nikmat. Sangat enak jika dipepes. Tapi sekarang tidak bisa lagi menikmatinya karena sudah ada larangan dari pemerintah. Daripada kena denda,” kata dia saat dibincangi, Sabtu (4/9/2021).

Rahman (50), salah satu penjual ikan belida di Pasar Cinde mengatakan, tidak akan lagi menjual ikan belida menyusul larangan dari pemerintah, apalagi ada sanksi denda hingga miliaran rupiah.

“Biasanya belida didapat dari nelayan yang menjaring ikan di Sungai Musi, tapi jumlahnya sudah tidak banyak lagi. Sekarang saya tidak lagi menjual ikan belida dan beralih ke ikan lain seperti gabus, patin, nila dan lain lain,” ungkap Rahman.

Ikan belida kalau di Palembang disebut iwak belido yang semula banyak ditangkap dari Sungai Musi. Ikannya seperti berpunuk, dagingnya penuh lemak dan paling cocok untuk membuat otak-otak, pempek, maupun krupuk ikan. Rasa dan aromanya sangat khas. Saking populernya, ikan belida di Sungai Musi sudah semakin jarang populasinya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka belida harus didatangkan dari Sumatera Barat (Sumbar) dan Kalimantan Barat (Kalbar).

Kini kenikmatan ikan belida tinggal kenangan karena ikan belida Sumatera (Chitala Hypselonotus) masuk kategori hewan dilindungi. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 1 tahun 2021.

Larangan itu diatur dalam Pasal 100 juncto Pasal 7 ayat 2 huruf C Undang-undang RI Nomor 45 tahun 2009, tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

Bagi yang menangkap akan dikenakan pidana denda paling banyak Rp250 juta. Sedangkan untuk yang pengepul penadah distribusi dikenakan sanksi pasal SIUP yakni, Pasal 92 juncto Pasal 26 ayat 1 tentang Perikanan dengan denda Rp1,5 miliar.

“Berdasarkan Kepmen KKP Nomor 1 tahun 2021. Ikan belida termasuk jenis ikan yang dilindungi,” kata Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) Palembang Maputra Prasetyo.

Meski selama ini ikan belida kerap diolah menjadi berbagai jenis makanan mulai dari pindang, pempek, hingga kerupuk. Dengan adanya peraturan tersebut maka masyarakat maupun industri makanan yang ada dilarang untuk menggunakan belida sebagai olahan konsumsi.

Sejak Kepmen itu dikeluarkan per Januari 2021 lalu, pihaknya terus melakukan pengawasan dan koordinasi agar masyarakat Palembang tidak lagi menggunakan ikan belida karena statusnya yang kini dilindungi.

“Masyarakat tidak boleh menangkap, jual-beli, ekspor, termasuk konsumsi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan. Jika masih ditemukan ada yang menjual hewan dilindungi maka pihaknya dengan tegas akan memberikan sanksi berupa administratif dengan pencabutan izin hingga hukuman pidana dan denda miliaran rupiah,” tegasnya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel Widada Sukrisna berharap Menteri KKP mempertimbangkan kembali aturan itu, paling tidak memberikan dispensasi bagi pelaku usaha untuk tetap mengonsumsi ikan belida.

“Jelas kecewa karena memang pelaku usaha kuliner masih solid dengan belida, rumah-rumah makan andalannya pindang belida,” kata dia.

Kata dia, ikan belida selama ini menjadi favorit masyarakat Sumsel sehingga harganya bernilai tinggi. Olahan makanan dari bahan baku ikan belida beragam, mulai dari kerupuk, pempek, hingga pindang.

Dia mengakui populasi ikan belida sudah jarang ditemukan. Selama ini pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memasok ikan jenis itu dari Riau dan Kalimantan yang terbilang masih berlimpah.

“Jika ikan belida dilindungi, otomatis akan berpengaruh terhadap perekonomian UMKM di Sumsel,” keluhnya.

Hampir Punah

Di Indonesia, terdapat empat spesies ikan belida yaitu belida borneo (Chitala borneensis), belida sumatera (Chitala hypselonatus), belida jawa (Notopterus notopterus), dan belida lopis (Chilata lopis).

Keempat jenis itu dilindungi dari kepunahan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.1/2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi, nomor 5, 6, 7, dan 8.
Sebelumnya, keempat ikan belida itu dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi yang tercantum pada nomor 743, 744, 745, dan 746.

Ikan belida adalah fauna endemik asli Indonesia, hewan yang satu ini banyak hidup di sungai-sungai besar, daerah aliran sungai hingga area danau sekitar Pulau Jawa, Kalimantan dan Sumatera.

Secara pelafalan fauna air ini mempunyai banyak nama, di Kalimantan ikan ini bernama Ikan Pipih, di kawasan Jawa Barat namanya Lopis, sedang warga Palembang memanggilnya Belido. Berkat rasa dan bentuknya, banyak orang mencari ikan ini untuk transaksi jual-beli.

Salah satu daya tarik ikan belida adalah bentuk tubuhnya (morfologi) yang unik. Ikan ini memiliki ciri badan pipih dan memanjang, serta punggung yang tampak cembung. Bagian perutnya berduri ganda dengan tampilan ekor yang memanjang. Kemudian, bagian sisik ikan ini terbilang kecil, berbentuk sikloid dengan bagian samping badan berbentuk gurat sisi.

Di bagian kepala, terdapat area sisik dengan lubang hidung berbentuk tabung, serta tidak tertutup insang bawah. Ikan belida memiliki bukaan mulut lebar dengan rahang atas depan dan rahang atas. Perlu diketahui, ikan belida dewasa dapat tumbuh hingga bobot 1,5-7kg. Salah satu ciri utama ikan tersebut adalah rahang atasnya yang memanjang sampai ke area bawah atau belakang mata.

Hewan bersuku Notopteridae (ikan berpunggung pisau) ini memiliki gigi-gigi pada rahang atas depan, rahang atas, rahang bawah, tulang mata bajak (vomer), tulang langit-langit (palatine) hingga lidah. Sirip punggungnya kecil, terletak di rentang pertengahan sirip dubur yang bersatu hingga ke bagian sirip ekor. Meski cukup panjang, sirip perut lopis pada dasarnya berukuran kecil (rudiment).

Editor: Ferly M

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.