NASIONAL

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik Versi Transparency International

SIBERNAS.com,JAKARTA-Skor Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perceptions Index (CPI) Indonesia di tahun 2018 naik 1 poin menjadi 38 dari yang sebelumnya 37 di tahun 2017 dan 2016.

Peringkat Indonesia juga naik 7 poin ke posisi ke-89 dari 180 negara.

Menanggapi hasil riset Transparency International Indonesia (TII) itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif sebenarnya berharap Indonesia bisa mencapai skor lebih baik lagi.

“Enggak kecewa-kecewa amat, tapi kita berharap lebih banyak meningkatnya. Tapi alhamdulillah hari ini kita naik 1, dan peringkatnya naik lumayan signifikan sampai 7 peringkat,” ujar Laode usai mengikuti paparan riset tersebut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

Menurut Laode, ada yang perlu diperbaiki sesuai hasil temuan tersebut. Meski skor Indonesia naik, ada dua indeks yang menurun dibanding tahun 2017.

Berdasarkan data TII, indeks penilaian Indonesia turun di Varieties of Democracy Project dan IMD World Competitiveness Yearbook.

Indeks Varieties of Democracy Project menyangkut pelaksanaan sistem demokrasi di suatu negara.

Sedangkan IMD World Competitiveness Yearbook menyangkut daya saing suatu negara. Dalam indeks ini salah satu yang disinggung adalah relasi pebisnis dan aktor politik.

Lihat Juga :  Heboh! Hubungan Inses Kakak dan Adik Di Bengkulu Sampai Punya anak 1 dan 2 keguguran

Dua indeks ini mengalami penurunan poin dibanding tahun 2017.

Menurut Laode, perbaikan integritas para aktor politik masih menjadi pekerjaan rumah. Laode berharap komitmen aktor politik dalam pemberantasan korupsi bisa ditingkatkan lagi.

Sebab, mereka terkadang abai dengan hal-hal yang sebenarnya bisa mendongkrak aspek pencegahan korupsi.

“Kasus yang ditangani KPK dari segi aktor yang paling banyak itu elected official, bupati, DPR dan gubernur. Seharusnya yang memberi contoh itu adalah aktor-aktor politik, tetapi mereka yang terkadang merusak,” ujar dia.

Skor penegakan hukum

Laode juga menyoroti indeks World Justice Project yang stagnan dengan skor 20. Indeks ini menyoroti pelaksanaan penegakan hukum di suatu negara.

“Khusus yang angkanya 20 itu, itu yang sedang kita pikirkan bersama, apa program aksinya, sebetulnya ada beberapa hal,” kata dia.

Ia mencontohkan, KPK mendorong Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk meningkatkan integritas aparatur peradilan.

Selain itu, perbaikshan sistem rekrutmen di kejaksaan juga menjadi poin penting yang perlu diperhatikan.

Di kepolisian, KPK juga mendorong perbaikan sistem peningkatan karier serta sistem tindak lanjut pelaporan masyarakat agar tak mengalami penundaan berlarut.

Lihat Juga :  Hadiri Sidang Perdana Sengketa Pemilu 2024, Anies : AMIN Minta Pemilu Ulang di Seluruh Indonesia

“Soal rekrutmen polisi, sebenarnya sudah lumayan jauh lebih bagus,” kata Laode. Dikutip sibernas.com dari britabrita.com, (30/1/2019).

Laode juga menyoroti adanya perbaikan gaji yang proporsional bagi polisi dan aparatur peradilan.

Laode turut menekankan pemanfaatan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) secara maksimal.

“Di samping berupaya untuk memberantas korupsi yang ada di masyarakat itu pada saat yang sama juga itu perlu meningkatkan kualitas kinerja di bagian dalam itu,” kata dia.

Selain itu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) juga bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam mendorong efektivitas pencegahan korupsi.

Stranas PK mencakup tiga fokus pencegahan, yaitu perizinan dan tata niaga, keuangan negara dan penegakan hukum serta reformasi birokrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.