EKONOMI

Kopi Arabika Hasil Fermentasi Khas Desa Segamit

Selain itu, peluang untuk mendapatkan keuntungan besar lebih bisa didapat dari pengolahan kopi arabika ini. Dia terus melakukan berbagai pengembangan dalam hal pengelolaan kopi, sehingga kopi nantinya menjadi komoditas yang mudah didagangkan keluar daerah, hingga internasional.

SIBERNAS.com, Semende – Belum jelas benar bagaimana sejarah “awal” kedatangan bibit kopi arabika (Coffe arabica) di Kecamatan Semende Darat Ulu. Soalnya, sejak masa awal abad ke-19, Semende dikenal sebagai produsen kopi arabika, dan berganti menjadi kopi robusta (Coffee robusta) menjelang dekade ketiga abad ke-20. Namun, kabarnya Tengku Apibudin, warga Desa Segamit, yang membawa bibit  kopi ini dari Aceh.

Tengku Apibudin kemudian memerkenalkan bibit kopi ini kepada masyarakat Desa Segamit, Semende Darat Ulu, Muaraenim. Desa Segamit yang berbatasan dengan Desa Siring Agung, Desa Aremantai dan Desa Pajar Bulan, mempunyai beragam potensi alam yang dapat dimanfaatkan, terutama tanaman kopi.

Dua warga Desa Segamit sedang menjemur biji kopi arabika. Foto: Maya Citra Rosa

Awalnya, masyarakat Desa Segamit tidak menerima kehadiran jenis baru kopi arabika, batangnya yang kecil, dan buah yang sedikit dibandingkan kopi robusta. Namun, kopi arabika yang tumbuh di daerah dengan ketinggian antara 700-1.700 meter di atas permukaan laut (Mdpl) ini sangat cocok dengan letak geografis Desa Segamit yang mencapai ketinggian .800 Mdpl.

Tengku Apibudin pun tidak tanggung-tanggung dalam usahanya. Dia mulai menanam kopi arabika yang aromanya lebih lembut dan memiliki daya jual yang lebih tinggi. Kopi arabika dapat dipanen seminggu sekali. Setelah melewati proses fermentasi, akan didapat hasil bubuk kopi yang sangat diminati masyarakat local atau luar kota.

Lihat Juga :  Kilang Pertamina Plaju Berdayakan Kaum Perempuan di Sekitar Perusahaan Lewat Pembekalan Skill Ecoprint

Ada tiga jenis kopi arabika yang melewati fermentasi, sehingga menjadi bubuk kopi yang bertekstur lebih halus di tempat pengolahan kopi milik Tengku Apibudin.

Ade banyak jenis. Tige ini saja yang bisa kami olah. Program fermentasi biji kopi menjadi full wash, honey, dan natural,” katanya.

Pada umumnya, proses pembuatan kopi ada dua teknik, basah dan kering. Khusus untuk kopi arabika, menggunakan teknik basah. Biji kopi yang telah dipanen langsung diproses, mulai dari pemisahan biji kopi yang bagus dan tidak.

“Kemudian, biji dipisahkan dari kulitnya. Untuk kopi olahan, kami menggunakan alat yang saya bawa langsung dari Aceh,” kata Tengku.

Menurutnya, untuk ketiga jenis kopi arabika itu, prosesnya pun sedikit berbeda. Proses selanjutnya, fermentasi. Biji kopi direndam hingga 36 jam dengan air bersih dan campuran bahan lain, seperti ragi. Proses ini dinamakan full wash. Sedangkan proses natural, biji kopi tidak perlu direndam, tetapi biji kopi langsung dijemur di terik matahari setelah disortir. Semakin panas matahari, semakin baik bagi biji kopi natural.

Mesin penggiling kopi. Foto: Maya Citra Rosa

“Berbeda dari dua jenis sebelumnya, biji kopi honey langsung dijemur tanpa mengupas kulitnya. Cuma dibuang tangkainye saje,” ujar Tengku, sembari menunjukkan kopi yang sedang dijemur, Jumat (26/10/2018) lalu.

Lihat Juga :  69,505 KK Warga Palembang Dapat 30 Kg Beras Gratis Selama 3 Bulan

Lelaki berusia 55 tahun ini juga mengatakan bahwa seperti halnya jenis program fermentasi yang berbeda-beda, nilai jual jenis-jenis kopi ini pun berbeda. Jika kopi robusta harganya hanya Rp20 ribu-Rp30 ribu per kg, kopi arabika dapat mencapai Rp120 ribu-Rp180 ribu per kilonya.

Harge natural yang paling mahal. Bise sampai Rp180 ribu. Suplai sudah sampai Jakarta. Sedangkan di Palembang, sudah ada pabrik khusus untuk mengolah kopi arabika bubuk menjadi bentuk kemasan,” katanya.

Tengku tidak bekerja sendirian. Dia tetap mengandalkan warga sekitar. Tengku menghargai kopi hasil panen masyarakat kebun mereka dan masih berbentuk biji mentah seharga Rp6.000/kg.

“Itu harga tertinggi. Di tempat lain, biasanya dibeli dengan harga lebih rendah. Kalau sudah kering, seharga Rp42.000 /kg. Untuk upah sortir, saya beri seribu rupiah per kilogram,” kata Tengku.

Meski demikian, Tengku menyayangkan kopi arabika milik Kecamatan Semende belum ada hak paten. Selain itu, peluang untuk mendapatkan keuntungan besar lebih bisa didapat dari pengolahan kopi arabika ini. Dia terus melakukan berbagai pengembangan dalam hal pengelolaan kopi, sehingga kopi nantinya menjadi komoditas yang mudah didagangkan keluar daerah, hingga internasional.

“Untuk hak paten, itu urusan pemerintah.  Kite hanya budidaya saje,” kata Tengku.

 

Reporter: Maya Citra Rosa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Contact Us