PALEMBANG

Berumah di Atas Air Diiringi Deburan Ombak

Di samping alasan praktis, untuk urusan MCK (mandi, cuci, kakus) aktivitas kehidupan sehari-hari mereka memang masih di kawasan sungai.

BERUTA UTAMA – Berumah di atas air seperti yang berada di Sungai Musi, bukan hanya lifestyle saja. Tetapi mereka memang kurang cukup biaya unuk membeli tanah di atas lahan di Kota Palembang.

SIBERNAS.Com – Bagi sebagian warga Kota Palembang, membangun rumah di atas air,          bukan semata-mata  karena sulitnya  mencari lahan  atau mahalnya  harga tanah di daratan. Tapi, pemukiman khas “Kota Musi” yang asal-usulnya konon sudah ada sejak  zaman kerajaan Sriwijaya itu, berkembang  akibat pola hidup masyarakatnya.

Di samping alasan praktis, untuk urusan MCK (mandi, cuci, kakus)  aktivitas kehidupan sehari-hari  mereka memang masih  di kawasan sungai.

Misalnya, menyangkut mata pencaharian hidup mereka  yang sebagian besar  menggantungkan  hidup sebagai sopir ‘ketek’ atau kapal motor, para nelayan dan buruh pelabuhan. Tinggal  di atas air  tentu lebih mempermudah menjangkau  sumber mata pencahariannya.

Lihat Juga: Walikota Palembang setuju Usulan Tambahan Tunjangan Camat

Bahan rumah di atas air tidaklah jauh berbeda dengan rumah yang ada di darat. Bambu merupakan  perangkat perumahan yang  amat vital, karena tanpa menjejerkan   puluhan unit bambu di bawah lantai  ke air, rumah tidak akan terapung. Bambu sebagai alat penahan sehingga rumah  tidak tenggelam.

Rata-rata rumah yang berjejer di  sepanjang aliran Sungai Musi  baik yang berada di Seberang Ilir  maupun Seberang Ulu,  berukuran 4 x 6 meter. Biasanya anggota keluarga yang hidup di  dalam rumah-rumah itu paling banyak 6 orang. Bukan berarti tidak ada yang melebihi jumlah itu, namun agar keseimbangan  rumah bisa stabil  mereka biasanya harus  memperbesar rumahnya.

Debur Ombak

Debur gelombang  ombak yang berbaur  dengan hiruk pikuk  mesin ketek dan kapal barang yang hilir mudik  di halaman rumah masyarakat mewarnai  perjalanan hidup mereka. Hal itupun sudah bukan hal yang asing, meski gelombang  mengombang-ambingkan  mereka tidak merasa terusik tidurnya. “Karena sudah biasa hidup begini,” kata Muhammad (50) saat dikunjungi di tempat tinggalnya kawasan Seberang Ulu Palembang.

Lihat Juga :  Profil Ratu Dewa, Pj Walikota Palembang yang Dilantik Hari Ini

Kehidupan di atas air, tak jauh beda dengan kehidupan di darat. Hanya saja, jika ingin berkunjung ke rumah  keluarga terpaksa  menggunakan perahu atau ketek. Dan, diantara masyarakat  ini rata-rata memiliki setidaknya satu perahu yang tertambat di setiap rumah  mereka. “Kehidupan begini sudah ada sejak nenek  moyang dulu.”

Murad (48), yang berumah di kawasan Tangga Buntung juga berkisah sama tentang keberadaan rumah-rumah di atas air. Umumnya, yang sangat memberatkan  menurut mereka  dalam biaya perbaikan rumah. Hampir setiap lima bulan ada bagian yang diganti terutama bambu penyangga lantai karena lapuk terendam air.

Untuk sebuah bambu yang panjangnya 5 meter harganya rata-rata Rp 2.500. Jika sebuah rumah berukuran  4 x 5 meter persegi maka dibutuhkan  bambu sekitar 25 batang. Berarti setidaknya dalam lima bulan sekali  setiap keluarga  harus mengeluarkan  uang sedikitnya Rp 62.500 belum termasuk upah untuk tukang. Karena nilai kegotongroyongan cukup kuat diantara mereka, sehingga dalam mengerjakan  rumah juga digarap bersama-sama.

Diantara masyarakat  ini tidak semua  tinggal di rumah milik sendiri. Tetapi diantara mereka ada juga  yang tinggal  di rumah kontrakan. Basri (33) tinggal di sebuah rumah  sewa di atas air milik seorang  pengusaha yang tinggal di darat.

Membangun rumah di atas air tidak lantas terbebas dari berbagai persyaratan  karena mereka juga harus memiliki izin mendirikan bangunan (IMB)  yang dikeluarkan oleh pengelola pelabuhan. Yang unik dari kehidupan mereka, tampak acara-acara hajatan  seperti acara perkawinan terpaksa harus menyewa sebuah tongkang sebagai tempat peresmian.

Namun, bagi mereka yang tak mampu tidak jarang juga  kelompok masyarakat  yang hidup di darat  terdekat  dari pemukiman keluarga yang hidup  di atas air ini,  menyediakan rumahnya secara ‘kekeluargaan”  untuk digunakan  dalam berbagai acara hajatan itu.

Lihat Juga :  Cegah ISPA, DPC Horas Bangso Batak Kota Palembang Bagikan 1.000 Pieces Masker

Yang cukup menyenangkan  bagi mereka yang tinggal di  ‘rumah rakit’  di atas air adalah  terhindar dari segala ‘tetek bengek’  permasalahan pajak dan surat-surat tanah, ataupun uang retribusi lainnya. Jiakapun mereka disuruh pindah ke darat oleh pemerintah, tingal di atas rumah rakit tetap menjadi pilihan.

Memang, warga miskin kota selalu sulit untuk bisa hidup laik. Sudah pekerjaan tidak menentu, pengadaan rumah oleh pemerintah tak jua terpenuhi. Nasib semacam ini selalu dialami hampir seluruh warga miskin kota di negeri ini, bahkan diperkirakan hampir 22 persen. Begitu juga di Kota Palembang danm kota kota lain di Sumatera Selatan, harapan memperoleh perumahan yang mendekati laik huni belum juga terwujud.

Prosedur yang rumit tentu saja menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan rumah murah yang terjangkau. Padahal, bila saja pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan perbankan bersedia menyediakan dana, maka tidak mustahil warga miskin kota akan bisa memiliki rumah yang laik huni.

Warga miskin tidaklah seperti warga lain yang mampu membeli rumah dengan prosedur tertentu. Mereka ka­dang tidak bisa memperoleh rumah karena tak mampu menembus birokrasi yang begitu ketat dan berliku-liku. Pihak perbankan tak ada jaminan bahwa mereka mampu menyicil kredit, bila pun harus dikredit. Karenanya, pihak perbankan khawatir dana talangan yang diberikan tak kem­bali. Harusnya ada pihak memberikan advice atau menjadi advocasi agar warga golongan ekonomi rendah bisa men­embus birokrasi yang kurang dipahami mereka itu.

Pemerintah sebagai pihak yang berkewajiban untuk memberikan fasilitas perumahan yang laik, harus bersedia sedikit susah membantu mereka dengan memberi subsidi. Sebab, manalah mungkin seorang warga yang hanya mem­peroleh penghasilan kecil, bahkan hari ini dapat uang besok mungkin tidak, bisa memberikan cicilan secara rutin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Contact Us