Uncategorized

Jaksa Agung Minta Alex Noerdin Kooperatif

SIBERNAS.COM, JAKARTA – Mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin diminta untuk bersikap kooperatif dalam menghadapi proses hukum yang tengah membelitnya yakni kasus korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos)  Pemprov Sumatera Selatan tahun  2013 yang diduga merugikan negara sekitar Rp21 miliar.

Kamis (21/09/2018) kemarin, bekas orang nomor satu di Sumatera Selatan ini, tidak menghadiri panggilan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung untuk diperiksa sebagai saksi kasus itu.

Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan penyidik pidana khusus akan kembali memanggil Alex Noerdin pekan depan untuk yang ketiga kalinya. Ia berharap Alex Noerdin bisa menghadiri panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.

“Kita harapkan nanti kita undang (panggil) lagi,  menurut laporan dari Jampidsus akan diundang lagi untuk ketiga kalinya. Kita harapkan yang bersangkutan bisa kooperatif,” katanya di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (22/09/2018).

Dia juga mengingatkan Alex Noerdin untuk tidak mencoba mengulur ngulur waktu proses hukum. Pasalnya hal tersebut akan merugikan dirinya sendiri. Karena itu, Prasetyo mengharapkan Alex Noerdin bisa mengahdir panggilan penyidik pekan depan nanti.

“Jadi tidak ada gunanya untuk mengulur waktu. Tidal ada gunanya untuk mempersulit proses hukum, supaya semuanya segera selesai dan tuntas dan juga jelas,” jelasnya.

Disinggung soal alasan Alex Noerdin yang tidak menghadiri panggilan penyidik, Prasetyo mengatakan alasan Alex Noerdin masih dapat diterima karena sedang ada persiapan penatikan dan sumpah jabatan Penjabat Gubenur Sumatera Selatan.

“Kemarin 2 kali diundang alasannya cukup bisa diterima lah, kita berpikir postif saja, positif thinking bahwa ketidakhadirannya betul betul karena melaksankaan tugas negara. Melaksanakan tugas negara itu menjadi salah satu faktor yang bisa dipahami, dimaklumi,” ujarnya.

Namun, Preasetyo mengingatkan akan melakukan langkah tegas jika ditemukan alasan ketidak hadiran panggilan penyidik diluar daripada melakukan tugas negara.

“Tapi kalau di luar itu (tugas negara) tentunya tidak ada hal lain yang bisa dijadikan alasan untuk menolak proses hukum penanganan perkara,” tegasnya.

Lihat Juga :  LindungiHutan Gelar Webinar Pemanfaatan Ekosistem Hutan dan Perairan untuk Mengatasi Perubahan Iklim Secara Berkelanjutan

Pengembangan kasus ini, kata Prasetyo, berdasarkan adanya fakta dalam persidangan terhadap dua terdakwa yang sudah divonis bersalah. Selain itu juga memenuhi putusan gugatan praperadilan di Pengadilan Nageri Jakarta Selatan yang saat itu Kejaksaan dianggap menghentikan perkara korupsi dana hibah dan bansos pemprov Sumsel.

“Kejaksaan kan sempat pernah dipraperadilankan dengan satu anggapan kejaksaan menghentikan perkaranya kasus ini di sumsel.  Jadi ini adalah lanjut keputusan praperadilan dari PN Jakarta Selatan, kejakasaan sempat dua kali  diajukan tuntutan praperadilan dan yang keduanya kejakasaan dinyataan kalah. Artinya kita harus segera melanjutkan proses penanganan perkara, itu Alex Noerdin,” tutupnya.

Untuk diketahui, Kamis (21/09) kemarin, Alex Noerdin tidak menghadiri panggilan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung dengan alasan tengha mempersiapkan pelantikan dan sumpah jabatan Penjabat Gubernur Sumatra Selatan. Direktur Penyidiakan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik pada Jampidsus), Warih Sadono membenarkan adanya penjadwalan pemanggilan Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin untuk diperiksa tim penyidik.

Namun yangbersangkutan tidak dapat memenuhi pemanggilan penyidik dengan mengirimkan surat keterangan yang berisikan alasan ketidakhadirannya.

“Iya benar dipanggil, tapi tidak hadir karena ada pelantikan Penjabat Gubernur Sumatra Selatan,karena surat (keterangan engga hadir) memang menyebutkan terkait persiapan pelantikan (PJ Gubernur sumsel) besok,” katanya saat dikonfirmasi.

Namun, Warih yang juga mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat ini menegaskan bakal kembali mengirimkan surat panggilan ke orang nomor satu di Sumatra Selatan untuk dapat memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa pekan depan. Sayangnya Warih enggan menyebutkan rencana pemanggilan pekan depan meruapakan pemanggilan yang keberapa terhadap Alex Noerdin.

“Kita jadwalkan kembali minggu depan,” ujarnya.

Bukan hal yang tidak mungkin status saksi Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin menjadi tersangka dalam kasus ini. Karena itu penyidik tengah mempertimbangkan langkah pencegahan berpergian ke luar negeri terhadap orang nomor satu di Sumatra Selatan tersebut. Sesuai dengan UU Keimigrasian Nomor 6/2011, pencegahan dapat dilakukan terhadap tersangka selama enam bulan dan dapat diperpanjang selama enam bulan.

Lihat Juga :  Usai Tekuk Vietnam, Indonesia Butuh Satu kemenangan lagi untuk Lolos Piala Asia 2027

Saksi juga dapat dicegah berpergian ke luar negeri, selama diduga kuat terlibat tindak pidana. Diketahui, Kejaksaan Agung belum menerbitkan spirndik khusus (tersangka) baru kasus dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial (Bansos)  Pemprov Sumatra Selatan tahun  2013 yang diduga merugikan negara sekitar Rp21 miliar.

Penerbitan sprindik baru  menyikapi adanya fakta baru pada persidangan dua terdakwa perkara Hibah,  di Pengadilan Tipikor Palembang,  Sumsel,  atas nama Ikhwanuddin (Kepala Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat Ikhwanuddin dan Kaban Pengelolaan Keungan) dan Aset Daerah Laonma Pasindka Tobing. Keduanya dijadikan tersangka sesuai Sprindik Nomor: Print-95/F/Fd. 1/09/2015, tanggal 8 September 2016. Dugaan kerugian negara sebesar Rp21 miliar.

Kasus ini berawal adanya  temuan perubahan anggaran tahun 2013. Semula Pemprov Sumsel menetapkan alokasi hibah dan bansos sebesar Rp 1,4 triliun dari APBD, lalu diubah menjadi Rp 2,1 triliun. Untuk mengungkap kasus ini ratusan bahkan sampai 1.000 saksi telah diperiksa penyidik,termasuk 140 lembaga swadaya masyarakat yang menerima pencairan dana hibah  dan anggota DPRD Sumsel periode 2009-2014 dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin‎.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menganggarkan dana untuk bantuan Hibah dan Bantuan Sosial dalam APBD sebesar Rp1.492.704.039.000. Lalu pada APBD Perubahan naik menjadi Rp2.118.889.843.100. Dengan rincian Dana Hibah Rp 2.118.289.843.100 dan Dana Bantuan Sosial Rp600.000.000.

Dalam kasus ini, penyidik menemukan dugaan penyelewenangan  mulai dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawabannya.

Semua proses tersebut langsung ditangani oleh Gubernur Sumatera Selatan tanpa melalui proses evaluasi/klarifikasi SKPD/Biro terkait. Sehingga diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif, tidak sesuai peruntukan, dan terjadi pemotongan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.